Kamis, 17 Mei 2012

Berkah 100%


BERKAH 100 %
                Ujian Nasional yang telah beberapa kali diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) tak pelak masih menuai perdebatan hingga kini. Bukan saja tentang pandangan akan perlu tidaknya Ujian Nasional diselenggarakan, namun juga meliputi berbagai aspek di dalamnya seperti ketentuan standar nilai minimal kelulusan, pelaksanaan, pengawasan dan lain sebagainya.
                Lepas dari itu semua, sejak dilaksanakanya pertama kali pada tahun 2006, UN telah memunculkan beragam fenomena baru. Diantaranya adalah kembali maraknya para siswa mendatangi lembaga bimbingan belajar untuk memepersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional. Sebelumnya, klien lembaga belajar tersebut kebanyakan adalah  siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
                Fenomena lain yang lebih menarik adalah perubahan drastis sikap siswa ke arah yang lebih positif seiring mendekatnya waktu pelaksanaan Ujian Nasional. Siswa-siswi yang mulanya bersikap biasa-biasa saja atau bahkan acuh tak acuh dengan pelajaran di sekolah di tahun-tahun pelajaran sebelumnya, akan (mendadak) lebih memperhatikan pelajaran dan bersikap kooperatif dengan guru.
                Belum lagi fenomena mujahadah ataupun istighotsah yang diadakan oleh pihak sekolah dengan para siswa yang duduk di tahun terakhir. Mujahadah ataupun istighitsah tersebut dimaksudkan untuk menyiapkan mental dan spiritual siswa dalam menghadapi Ujian Nasional selain sebagai ajang doa bersama memohon kelulusan bagi para siswa. Bagaimanapun, kelulusan siswa didik amatlah penting bagi posisi madrasah ataupun sekolah di mata masyarakat ataupun di dunia pendidikan,selain juga amat penting bagi siswa didik pribadi.
                Seiring dengan itu, kata “lulus” menjadi salah satu kata yang sangat populer dan banyak disebutkan dalam berbagai kesempatan,baik di dalam kelas, rapat-rapat guru, sambutan Pembina upacara, maupun di kalangan pergaulan siswa. Seolah momok, Ujian Nasional secara tidak langsung menjadikan jargon “lulus” atau “lulus 100%” berdengung di mana-mana.
                Fenomena-fenomena di atas tidaklah buruk. Perubahan sikap siswa menjelang Ujian Nasional patutlah disyukuri. Paling tidak, UN telah memberikan dampak positif bagi kualitas afeksi siswa meskipun terkesan instan dan tidak ada jaminan akan keberlangsungannya dalam jangka panjang. Begitupun dengan diadakannya Mujahadah ataupun Istighotsah. Sampai saat ini , kegiatan doa bersama masihlah di pandang sebagai alternatif kegiatan persiapan UN yang positif meski hanya temporer.
                Satu hal yang patut kita simak adalah hasil akhir dari munculnya fenomena-fenomena diatas yang masih didominasi dengan tujuan kelulusan semata. Mungkin ada tujuan lain dari berbagai sikap ataupun respon positif dalam menghadapi UN, akan tetapi dengan begitu seringnya kata lulus diucapkan dibanding dengan kata-kata yang mewakili tujuan lain, hal ini mengindikasikan bahwa kita belum beranjak dari target lulus dalam usaha kita menyelenggarakan pendidikan bagi para siswa didik.
                Setelah tahun demi tahun Ujian Nasional dilaksanakan, sudah saatnya bagi kita untuk beranjak ke tingkat tujuan yang lebih tinggi dan berkualitas sekaligus mengandung nilai kebermanfaatan jangka panjang di dunia maupun di kehidupan setelahnya, yaitu keberkahan ilmu.
                Tidak bisa dipungkiri,target kelulusan siswa didik dalam Ujian Nasional begitu membius tataran kesadaran dunia pendidikan kita,sehingga terkadang kita, para pendidikpun acapkali lengah memberitahukan ataupun mengingatkan kepada para siswa bahwa ada sesuatu yang lebih esensial selain kelulusan, yaitu keberkahan ilmu itu sendiri.
                Berkah menurut Kamus Besar Bahasa Indoneia berarti karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Sedangkan Ilmu adalah pengetahuan atau kepandaian duniawi,ukhrowi,mental,kebatinan dan lain sebagainya. Jadi keberkahan ilmu kurang lebih berarti kepandaian atau pengetahuan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Dalam Islam kita tahu bahwa kehidupan manusia ada dua yaitu kehidupan di dunia dan di akhirat.
                Belajar atau menuntut ilmu pada hakekatnya adalah proses mencari dan menemukan pengetahuan yang tidak hanya bermuatan materi,namun juga immateri. Muatan immaterial inilah yang justru memberikan bobot kebermaknaan sebuah ilmu. Muatan tersebut sejatinya adalah cahaya Ilahiah sebagaimana sebagaimana sebagian orang menyebut bahwa Al ilmu Nuurun,, yang berarti Ilmu adalah Cahaya Ilahiah. Sayangnya, berhasil tidaknya muatan immaterial sebuah ilmu didapat oleh seorang siswa,tidak bisa diukur dengan format evaluasi apapun. Hasilnya hanya akan bisa dilihat dalam bukti kebermanfaatannya bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Nilai immaterial sebuah ilmu pun hanya bisa didapatkan oleh seorang siswa dengan jalur tempuh melalui pelaksanaan bermacam-macam adab dan tata cara menuntut ilmu yang diajarkan dalam ajaran Islam, seperti yang dapat kita pelajari dari kitab Ta’limul Muta’allim. Salah satu diantara adab tersebut adalah sikap menghargai semua agen keilmuan, sejak dari sumber ilmu yang berupa buku maupun pendidik, hingga sikap belajar yang baik,seperti berdisiplin dan bersungguh-sungguh.
Apabila kita mulai menitikberatkan kepada keberkahan ilmu sebagai tujuan final pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran,maka bukan hanya kelulusan yang akan kita dapatkan, akan tetapi lebih daripada itu, karakter siswa didik yang baik akan terbentuk bukan hanya sesaat menjelang Ujian Nasional, melainkan sejak awal mula mereka meniatkan untuk menuntut ilmu.
Seandainyapun pendidikan saat ini tidak mencetak generasi seperti Abu Hurairah r.a. yang menyempatkan diri untuk berwudlu, sholat sunnah dan berdoa setiap kali hendak belajar, paling tidak, kita seharusnya bisa membentuk generasi yang berkarakter baik bukan karena alasan pragmatis dan bersifat kontemporer, melainkan karena mereka menyadari pentingnya berdoa dan bersikap baik secara kontinyu demi keberkahan ilmu yang sedang mereka pelajari.
Kelulusan adalah target jangka pendek yang tentu saja harus kita usahakan untuk kita capai. Namun demikian,tidak selayaknya mengenyampingkan pentingnya tujuan keberkahan ilmu agar ilmu tidak tercerabut dari akar nuansa spiritual di dalamnya.
Jauh-jauh hari,sosok cerdas Albert Einstein telah menyadarkan hal itu dalam kutipannya yang popular;” Knowledge without religion is blind, and religion without knowledge is lame”. Dari sini kita bisa menyimpulkan betapa pentingnya sinergi antara pengetahuan dan sisi agama. Antara pentingnya penguasaan pengetahuan yang bisa diukur secara materi dan immaterial.
Maka hendaklah kita mulai dari institusi pribadi kita akan penghargaan terhadap ilmu dan sisi keberkahannya di samping pencapaian material berupa kelulusan dan angka-angka. Sehingga tidak akan lagi terlahir generasi yang menguasai ilmu akuntansi dan menyalahgunakannya untuk manipulasi perpajakan, ataupun dikuasainya ilmu fisika dan kimia untuk mengkhianati kemanusiaan seperti yang terjadi dalam pengeboman Hiroshima dan Nagasaki.
Perlu kiranya kita belajar dari cerita yang dituturkan oleh K.H. Mustofa Bisri. Suatu saat,datanglah serombongan pelajar ke kediaman sang Kyai,lengkap dengan bingkisan dalam plastik untuk pak Kyai. Ketika ditanya oleh Pak Kyai tentang maksud tujuan kedatangan mereka, dengan kompak mereka menjawab bahwa mereka bermaksud didoakan agar lulus ujian. Mendengar itu,pak Kyai pun bertanya lagi untuk memastikan apakah mereka minta didoakan agar ilmunya berkah atau lulus ujian. Rombongan siswa itupun menjawab dengan yakin bahwa mereka meminta didoakan agar lulus ujian. Demi mendengar jawaban mereka untuk kedua kalinya, sang Kyai tidak berkenan mendoakan dan meminta mereka untuk pulang dan memikirkan kembali tujuan belajar mereka selama ini. Rombongan itupun pulang dengan tak lupa membawa bingkisan mereka serta. Meninggalkan sang Kyai yang termenung keheranan.
Rasanya,belum terlambat jika mulai saat ini kita semaikan semangat belajar demi keberkahan ilmu dengan jargon;” Berkah 100%,Yes!,Lulus 100%,Yes!!”.
                Kurnia Ati’ullah S.Pd
                 20 April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar