Ada kisah yang menarik yang bisa kita ambil hikmahnya dari sebuah penelitian yang membuktikan pengaruh persepsi unggulan dan tidak unggulan pada siswa dan pengajar. Kisah( saya mengatakan demikian karena tidak ada sumber valid yang bisa menjadi dasar) saya baca di buku Cacing dan Kotoran Kesayanganya Ajahn Brahm. Diceritakan, ada sebuah institusi pendidikan yang mengadakan sebuah penelitian tentang apakah persepsi kelas unggulan dan bukan unggulan berpengaruh pada kinerja guru dan pencapaian siswa. Penelitian tersebut bersifat eksperimental. Dua kelas dengan tingkat prestasi 1-30 di masing-masing kelas pada tahun ajaran sebelumnya, dicampur dan dijadikan 2 kelas kembali dengan rentangan prestasi yang sama rata, berkomposisi masing2 kelasnya dengan siswa yang berurutan prestasi 1-30. Namun, untuk kelas A, semua guru dan siswa diberitahukan bahwa kelas tersebut adalah kelas unggulan yang berisikan 30 siswa terbaik dari 2 kelas sebelumnya. Sedangkan Kelas B adalah kelas non unggulan yang terdiri dari 30 siswa berperingkat 31-60 berdasarkan pencapaian tahun sebelumnya. Dari pengamatan bisa dilihat bahwa siswa maupun guru bahkan orang tua siswa dari kelas A lebih antusias,percaya diri dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Sedangkan di kelas B, menurut pengamatan, baik guru maupun siswa,juga orang tua siswa kurang antusias,bersemangat maupun percaya diri. Di akhir tahun ketika hasil tes diumumkan,seperti dugaan,kelas A mencapai hasil yang lebih memuaskan dari kelas B.
Hmmm,,kita bisa simpulkan,bahwa kekuatan persepsi orang lain dan cara pandang kita terhadap diri kita masing-masing berpengaruh besar pada pencapaian.So,,it would be better for us,teachers, to see our students in a positive perspective to motivate them achieving better and better..;)
Lift Me Higher
The blog is just a simple note of everything comes up in my mind regarding with the things I see,I feel,I think and grasp..
Kamis, 07 Juni 2012
Kamis, 17 Mei 2012
Omi
Anakku suka roti
Yang bundar, yang kotak, yang berbentuk hati
yang menggigil di dalam etalase tebal berpendingin berjejer rapi,
yang menggigil di dalam etalase tebal berpendingin berjejer rapi,
Pun yang di atas talam bamboo di usung mustaka para wanita
yang berkeringat basi
Anakku suka roti
Bukan karena dia membanci negeri ini, surag para paderi penghasil padi
Pula bukannya dia berbaik hati
Bukan karena dia membanci negeri ini, surag para paderi penghasil padi
Pula bukannya dia berbaik hati
Meringankan beban pemerintah yang bingung membagi-bagi
Antara gagal panen dan ratusan juta mu;lut yang butuh nasi
Untuk anakku yang
suka roti
Diantara lapisan coklat dan selai strawberry
Bunda oleskan dan doa dari hati semoga kelak negeri ini
Memberimu limpahan roti untuk kau ambil sesuka hati
Tentu, bukan untuk kau makan sendiri
Tapi hingga ke ujung dan tepi kau bagi..
Tapi hingga ke ujung dan tepi kau bagi..
Temanggung 11 April 2012
Asmara
Untukmu aku tak mau kembali menjadi dara
Aku tak mau tersiksa karena usia
sebaliknya, aku mau menikmati pertanda-pertanda surga di helai rambutku yang menua
Biar kelopak bungaku jatuh satu satu
Takkan ku rapal mantra tuk hentikan waktu
Kan terus kulewati nafas usiaku
menjiwai segala rona yang disapukan hidupku
sehingga aku,
bukanlah sekedar abu pada mereka dan anggapmu
Aku ingin menjadi lebih dari partikel debu yang membentuk bintang
Aku ingin menjadi lebih dari misteri pelangi yang kau rindu dan kenang
Aku ingin menjadi cakrawala membentang
tempat bintang dan pelangimu bertandang,
Sebelum akhirnya, aku berpulang...
Aku tak mau tersiksa karena usia
sebaliknya, aku mau menikmati pertanda-pertanda surga di helai rambutku yang menua
Biar kelopak bungaku jatuh satu satu
Takkan ku rapal mantra tuk hentikan waktu
Kan terus kulewati nafas usiaku
menjiwai segala rona yang disapukan hidupku
sehingga aku,
bukanlah sekedar abu pada mereka dan anggapmu
Aku ingin menjadi lebih dari partikel debu yang membentuk bintang
Aku ingin menjadi lebih dari misteri pelangi yang kau rindu dan kenang
Aku ingin menjadi cakrawala membentang
tempat bintang dan pelangimu bertandang,
Sebelum akhirnya, aku berpulang...
Berkah 100%
BERKAH 100 %
Ujian
Nasional yang telah beberapa kali diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia
melalui Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan) tak pelak masih menuai perdebatan hingga kini. Bukan saja tentang pandangan
akan perlu tidaknya Ujian Nasional diselenggarakan, namun juga meliputi
berbagai aspek di dalamnya seperti ketentuan standar nilai minimal kelulusan,
pelaksanaan, pengawasan dan lain sebagainya.
Lepas
dari itu semua, sejak dilaksanakanya pertama kali pada tahun 2006, UN telah
memunculkan beragam fenomena baru. Diantaranya adalah kembali maraknya para
siswa mendatangi lembaga bimbingan belajar untuk memepersiapkan diri menghadapi
Ujian Nasional. Sebelumnya, klien lembaga belajar tersebut kebanyakan
adalah siswa yang ingin melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Fenomena
lain yang lebih menarik adalah perubahan drastis sikap siswa ke arah yang lebih
positif seiring mendekatnya waktu pelaksanaan Ujian Nasional. Siswa-siswi yang
mulanya bersikap biasa-biasa saja atau bahkan acuh tak acuh dengan pelajaran di
sekolah di tahun-tahun pelajaran sebelumnya, akan (mendadak) lebih
memperhatikan pelajaran dan bersikap kooperatif dengan guru.
Belum
lagi fenomena mujahadah ataupun istighotsah yang diadakan oleh pihak sekolah
dengan para siswa yang duduk di tahun terakhir. Mujahadah ataupun istighitsah
tersebut dimaksudkan untuk menyiapkan mental dan spiritual siswa dalam
menghadapi Ujian Nasional selain sebagai ajang doa bersama memohon kelulusan bagi
para siswa. Bagaimanapun, kelulusan siswa didik amatlah penting bagi posisi
madrasah ataupun sekolah di mata masyarakat ataupun di dunia pendidikan,selain
juga amat penting bagi siswa didik pribadi.
Seiring
dengan itu, kata “lulus” menjadi salah satu kata yang sangat populer dan banyak
disebutkan dalam berbagai kesempatan,baik di dalam kelas, rapat-rapat guru,
sambutan Pembina upacara, maupun di kalangan pergaulan siswa. Seolah momok,
Ujian Nasional secara tidak langsung menjadikan jargon “lulus” atau “lulus
100%” berdengung di mana-mana.
Fenomena-fenomena
di atas tidaklah buruk. Perubahan sikap siswa menjelang Ujian Nasional patutlah
disyukuri. Paling tidak, UN telah memberikan dampak positif bagi kualitas
afeksi siswa meskipun terkesan instan dan tidak ada jaminan akan keberlangsungannya
dalam jangka panjang. Begitupun dengan diadakannya Mujahadah ataupun
Istighotsah. Sampai saat ini , kegiatan doa bersama masihlah di pandang sebagai
alternatif kegiatan persiapan UN yang positif meski hanya temporer.
Satu
hal yang patut kita simak adalah hasil akhir dari munculnya fenomena-fenomena
diatas yang masih didominasi dengan tujuan kelulusan semata. Mungkin ada tujuan
lain dari berbagai sikap ataupun respon positif dalam menghadapi UN, akan
tetapi dengan begitu seringnya kata lulus diucapkan dibanding dengan kata-kata
yang mewakili tujuan lain, hal ini mengindikasikan bahwa kita belum beranjak
dari target lulus dalam usaha kita menyelenggarakan pendidikan bagi para siswa
didik.
Setelah
tahun demi tahun Ujian Nasional dilaksanakan, sudah saatnya bagi kita untuk
beranjak ke tingkat tujuan yang lebih tinggi dan berkualitas sekaligus mengandung
nilai kebermanfaatan jangka panjang di dunia maupun di kehidupan setelahnya,
yaitu keberkahan ilmu.
Tidak
bisa dipungkiri,target kelulusan siswa didik dalam Ujian Nasional begitu
membius tataran kesadaran dunia pendidikan kita,sehingga terkadang kita, para
pendidikpun acapkali lengah memberitahukan ataupun mengingatkan kepada para
siswa bahwa ada sesuatu yang lebih esensial selain kelulusan, yaitu keberkahan
ilmu itu sendiri.
Berkah
menurut Kamus Besar Bahasa Indoneia berarti karunia Tuhan yang mendatangkan
kebaikan bagi kehidupan manusia. Sedangkan Ilmu adalah pengetahuan atau
kepandaian duniawi,ukhrowi,mental,kebatinan dan lain sebagainya. Jadi
keberkahan ilmu kurang lebih berarti kepandaian atau pengetahuan yang
mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Dalam Islam kita tahu bahwa
kehidupan manusia ada dua yaitu kehidupan di dunia dan di akhirat.
Belajar
atau menuntut ilmu pada hakekatnya adalah proses mencari dan menemukan
pengetahuan yang tidak hanya bermuatan materi,namun juga immateri. Muatan
immaterial inilah yang justru memberikan bobot kebermaknaan sebuah ilmu. Muatan
tersebut sejatinya adalah cahaya Ilahiah sebagaimana sebagaimana sebagian orang
menyebut bahwa Al ilmu Nuurun,, yang berarti Ilmu adalah Cahaya Ilahiah.
Sayangnya, berhasil tidaknya muatan immaterial sebuah ilmu didapat oleh seorang
siswa,tidak bisa diukur dengan format evaluasi apapun. Hasilnya hanya akan bisa
dilihat dalam bukti kebermanfaatannya bagi kehidupan manusia di sekitarnya.
Nilai immaterial sebuah ilmu pun hanya bisa didapatkan oleh seorang siswa
dengan jalur tempuh melalui pelaksanaan bermacam-macam adab dan tata cara
menuntut ilmu yang diajarkan dalam ajaran Islam, seperti yang dapat kita pelajari
dari kitab Ta’limul Muta’allim. Salah satu diantara adab tersebut adalah sikap
menghargai semua agen keilmuan, sejak dari sumber ilmu yang berupa buku maupun
pendidik, hingga sikap belajar yang baik,seperti berdisiplin dan
bersungguh-sungguh.
Apabila kita
mulai menitikberatkan kepada keberkahan ilmu sebagai tujuan final pelaksanaan
proses pendidikan dan pembelajaran,maka bukan hanya kelulusan yang akan kita
dapatkan, akan tetapi lebih daripada itu, karakter siswa didik yang baik akan
terbentuk bukan hanya sesaat menjelang Ujian Nasional, melainkan sejak awal
mula mereka meniatkan untuk menuntut ilmu.
Seandainyapun
pendidikan saat ini tidak mencetak generasi seperti Abu Hurairah r.a. yang
menyempatkan diri untuk berwudlu, sholat sunnah dan berdoa setiap kali hendak
belajar, paling tidak, kita seharusnya bisa membentuk generasi yang berkarakter
baik bukan karena alasan pragmatis dan bersifat kontemporer, melainkan karena
mereka menyadari pentingnya berdoa dan bersikap baik secara kontinyu demi
keberkahan ilmu yang sedang mereka pelajari.
Kelulusan adalah
target jangka pendek yang tentu saja harus kita usahakan untuk kita capai.
Namun demikian,tidak selayaknya mengenyampingkan pentingnya tujuan keberkahan
ilmu agar ilmu tidak tercerabut dari akar nuansa spiritual di dalamnya.
Jauh-jauh
hari,sosok cerdas Albert Einstein telah menyadarkan hal itu dalam kutipannya
yang popular;” Knowledge without religion is blind, and religion without
knowledge is lame”. Dari sini kita bisa menyimpulkan betapa pentingnya sinergi
antara pengetahuan dan sisi agama. Antara pentingnya penguasaan pengetahuan
yang bisa diukur secara materi dan immaterial.
Maka hendaklah
kita mulai dari institusi pribadi kita akan penghargaan terhadap ilmu dan sisi
keberkahannya di samping pencapaian material berupa kelulusan dan angka-angka.
Sehingga tidak akan lagi terlahir generasi yang menguasai ilmu akuntansi dan
menyalahgunakannya untuk manipulasi perpajakan, ataupun dikuasainya ilmu fisika
dan kimia untuk mengkhianati kemanusiaan seperti yang terjadi dalam pengeboman
Hiroshima dan Nagasaki.
Perlu kiranya
kita belajar dari cerita yang dituturkan oleh K.H. Mustofa Bisri. Suatu
saat,datanglah serombongan pelajar ke kediaman sang Kyai,lengkap dengan
bingkisan dalam plastik untuk pak Kyai. Ketika ditanya oleh Pak Kyai tentang
maksud tujuan kedatangan mereka, dengan kompak mereka menjawab bahwa mereka
bermaksud didoakan agar lulus ujian. Mendengar itu,pak Kyai pun bertanya lagi untuk
memastikan apakah mereka minta didoakan agar ilmunya berkah atau lulus ujian.
Rombongan siswa itupun menjawab dengan yakin bahwa mereka meminta didoakan agar
lulus ujian. Demi mendengar jawaban mereka untuk kedua kalinya, sang Kyai tidak
berkenan mendoakan dan meminta mereka untuk pulang dan memikirkan kembali
tujuan belajar mereka selama ini. Rombongan itupun pulang dengan tak lupa
membawa bingkisan mereka serta. Meninggalkan sang Kyai yang termenung
keheranan.
Rasanya,belum
terlambat jika mulai saat ini kita semaikan semangat belajar demi keberkahan
ilmu dengan jargon;” Berkah 100%,Yes!,Lulus 100%,Yes!!”.
Kurnia
Ati’ullah S.Pd
20 April 2012
Senin, 14 Mei 2012
Kartini
Kartini,
Inikah emansipasi?
Memanjat pohon kelapa berbatang-batang
dengan orok di punggungku erat berpegang
sedang para lelaki dan lelakiku berkarambol riang
Dalam kaus kutang dan rokok yang juga berbatang-batang?
Memanjat pohon kelapa berbatang-batang
dengan orok di punggungku erat berpegang
sedang para lelaki dan lelakiku berkarambol riang
Dalam kaus kutang dan rokok yang juga berbatang-batang?
Kartini,
Sungguh elok tentang emansipasi mereka berdendang
sedang aku tentang maknanya masih bimbang
karena hingga petang demi beras se rantang ku berjuang
Mem,bayarkan manja suamiku di atas dipan depan televise bertelentang
Sungguh elok tentang emansipasi mereka berdendang
sedang aku tentang maknanya masih bimbang
karena hingga petang demi beras se rantang ku berjuang
Mem,bayarkan manja suamiku di atas dipan depan televise bertelentang
Kartini,
Tentang emansipasi hatiku amat gamang,
bolehkah aku hanya menjadi wanitanya tersayang
menanak nasi, menunggunya pulang
menggem tangan si buyung, menunujukkan jalan ke masa depan terang?
Tentang emansipasi hatiku amat gamang,
bolehkah aku hanya menjadi wanitanya tersayang
menanak nasi, menunggunya pulang
menggem tangan si buyung, menunujukkan jalan ke masa depan terang?
Kartini,
Jika menjumpaiku esok hari,
ajarkan padaku arti,
Habis gelap terbitlah terang..
Temanggung, 23 April 2012
ajarkan padaku arti,
Habis gelap terbitlah terang..
Temanggung, 23 April 2012
Ketika Telingaku Berdenging
Ketika telingaku berdenging, tergambar di benakku sebuah pohon tinggi menjulang, bermandi cahaya dari sebuah sinar di atasnya,yang entah dating darimana, di tengah pekat gelap yang mengitarinya.
Ranting, cabang dan badan pohon yang kokoh mengangkang itu, menanggung bermilyar-milyar tangkai daun jiwa manusia yang hidup di dunia.
Selaras fitrahnya, pohon it uterus tumbuh keatas melahirkan tunas-tunas daun jiwa baru. Sedang yang teratas, kala tiba waktunya, gugur satu persatu. Daun yang gugur itu melayang pelan, perlambang jiwa manusia yang terbang menjemput ajal. Tak jarang di tengah perjalanannya, daun yang jatuh itu, menyentuh satu tangkai di bawahnya. Pertanda daun yang tersentuh akan segera mengikutinya meski belumlah sampai di puncak tertinggi usia. Ketika telinga seorang manusia di dunia berdenging, itulah sinyal bahwa daun jiwanya di langit tersentuh aba-aba maut akan segera tiba.
Ranting, cabang dan badan pohon yang kokoh mengangkang itu, menanggung bermilyar-milyar tangkai daun jiwa manusia yang hidup di dunia.
Selaras fitrahnya, pohon it uterus tumbuh keatas melahirkan tunas-tunas daun jiwa baru. Sedang yang teratas, kala tiba waktunya, gugur satu persatu. Daun yang gugur itu melayang pelan, perlambang jiwa manusia yang terbang menjemput ajal. Tak jarang di tengah perjalanannya, daun yang jatuh itu, menyentuh satu tangkai di bawahnya. Pertanda daun yang tersentuh akan segera mengikutinya meski belumlah sampai di puncak tertinggi usia. Ketika telinga seorang manusia di dunia berdenging, itulah sinyal bahwa daun jiwanya di langit tersentuh aba-aba maut akan segera tiba.
Dulu ketika telingaku berdenging, aku akan tersentak dan segera beranjak mengambil air wudlu, mencari mukena, dan mendirikan entah sholat apa yang kukarang sendiri niatnya. Setelahnya, aku memohon ampun atas segala dosa, membaca kitab suci meski dengan mengeja dan berdo’a semoga masuk surge. Untuk berminggu-minggu kemudian, aku akan bersikap sebaik yang aku bisa, menganggap cacian ibu tiri adalah nyanyian bidadari, menahan sekuat tenaga untuk tidak membuatnya murka.
Meski kini, setelah tiga puluh tahun telingaku berdenging berjuta kali, dan tak jua maut kutemui, takkan pernah cerita nenekku yang dituturkannya di beberapa malam menjelang tidurku, aku anggap dusta.
Kini aku menunggu telingaku berdenging, untuk melihat sekejap di benakku, senyum nenekku dari balik pohon jiwa itu, menunggu untuk merengkuh daun jiwaku dan berbisik, “ Selamat dating, cucuku yang merindukan surge…”.
Temanggung 5 mei 2012
Meski kini, setelah tiga puluh tahun telingaku berdenging berjuta kali, dan tak jua maut kutemui, takkan pernah cerita nenekku yang dituturkannya di beberapa malam menjelang tidurku, aku anggap dusta.
Kini aku menunggu telingaku berdenging, untuk melihat sekejap di benakku, senyum nenekku dari balik pohon jiwa itu, menunggu untuk merengkuh daun jiwaku dan berbisik, “ Selamat dating, cucuku yang merindukan surge…”.
Temanggung 5 mei 2012
Kamis, 10 Mei 2012
To create a mutual relationship with students is necessary
To love someone and/or something should start by knowing them first. That is how life works. After knowing each other, relationship will occur. The relationship or bond of two things or more are necessary to synergize what they aim to achieve with their relation.In a classroom where teachers are in charge of delivering the material of the subjects are supposed to create a relationship with the students to facilitate the students to be easily accept and understand it. Therefore, the relationship between them should be in the form of a good or mutual one.This is crucial for some studies have shown that there is a significance relation between the mutual relationship among teachers and students with the subject mastery of the students. Hence, a mutual relationship between teachers and students are necessary.
However, to create this kind of relationship is not an easy thing to do, for teachers and students are both humans with their ego. Sometimes, teachers are only focusing on delivering the material and putting aside the relationship with the students for some reasons. Some teachers think that creating the relationship is something personal that may disturb their private busineeses. On the other hand, having a good relation with students is not so beneficial as the students are not able to adapt with the way the teachers see matters.
In Fact, when we, the teachers, try to know the students and start to be open to a good relation with them, it will break the gap and burdens of their communication so that they will find it easier to find ways to make the material enjoyfully understood. The students , when they are confident consulting the problem they face in understanding the material with the teachers, will drop one of the burdens in learning something. Next, when the teachers help the students finding the solution, s/he will be able to find the most appropriate one for the students because the teacher know who and how the student is.
So, lets start talk personally with our students and know them while letting them know better about us and the material!!;)
However, to create this kind of relationship is not an easy thing to do, for teachers and students are both humans with their ego. Sometimes, teachers are only focusing on delivering the material and putting aside the relationship with the students for some reasons. Some teachers think that creating the relationship is something personal that may disturb their private busineeses. On the other hand, having a good relation with students is not so beneficial as the students are not able to adapt with the way the teachers see matters.
In Fact, when we, the teachers, try to know the students and start to be open to a good relation with them, it will break the gap and burdens of their communication so that they will find it easier to find ways to make the material enjoyfully understood. The students , when they are confident consulting the problem they face in understanding the material with the teachers, will drop one of the burdens in learning something. Next, when the teachers help the students finding the solution, s/he will be able to find the most appropriate one for the students because the teacher know who and how the student is.
So, lets start talk personally with our students and know them while letting them know better about us and the material!!;)
Langganan:
Postingan (Atom)